BuruSergap86.com — Jayapura/Papua,Menjelang Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur Papua yang dijadwalkan digelar 6 Agustus, kekhawatiran publik atas keberpihakan aparat keamanan makin mencuat ke permukaan. Sorotan tajam datang dari Tim Pemenangan Calon Gubernur BTM-CK, melalui juru bicaranya, Marshel Morin,yang menyatakan adanya indikasi keterlibatan oknum TNI-Polri dalam upaya pemenangan kandidat tertentu,Pada Selasa(5/08/2025)
Menjelang Pemungutan Suara
Dalam konferensi pers yang digelar tertutup, Morin menyebut bahwa laporan dari tim lapangan mereka menemukan adanya pola dukungan tersembunyi yang melibatkan oknum berseragam negara.“Ini bukan lagi sekadar rumor. Kami memiliki indikasi kuat bahwa ada mobilisasi diam-diam oleh pihak yang seharusnya menjaga netralitas,”ungkapnya.
Regulasi yang Dilanggar: Netralitas Bukan Sekadar Etika, Tapi Kewajiban Hukum
Investigasi internal yang dilakukan oleh tim hukum BTM-CK mengarah pada potensi pelanggaran sejumlah regulasi yang menuntut netralitas aparat.
Dihimpun dari berbagai sumber hukum,berikut regulasi yang relevan:
1. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
Pasal 39 huruf c:Prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis.
Pasal 47 ayat (1)",Menyebutkan bahwa prajurit aktif tidak dapat mencalonkan diri menjadi anggota legislatif atau kepala daerah tanpa mengundurkan diri dari dinas aktif."
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Pasal 28 ayat (1): Polri bersikap netral dalam kehidupan politik.
Pasal 13 huruf a dan c,"Tugas Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta menegakkan hukum, bukan memenangkan kandidat."
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
Pasal 280 ayat (2)",Aparatur negara,termasuk TNI-Polri dan ASN, dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu."
Pasal 490,"Barang siapa yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menguntungkan peserta pemilu secara tidak sah dapat dikenakan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000".
Ahli Hukum Tata Negara Bicara: “Kalau Terbukti,Ini Bisa Jadi Pelanggaran Berat”
Menurut seorang pakar hukum tata negara dari Universitas Papua yang meminta identitasnya disamarkan karena alasan keamanan.
“Netralitas aparat adalah asas hukum, bukan sekadar moral. Jika PSU dikotori oleh intervensi berseragam, maka hasilnya cacat hukum,” jelasnya kepada redaksi.
> “Netralitas itu bukan semata etika institusi, melainkan amanat konstitusi dan undang-undang. Bila benar ada oknum aparat aktif yang mengarahkan dukungan ke salah satu paslon, maka yang bersangkutan tidak hanya melanggar undang-undang tetapi juga mencederai legitimasi demokrasi itu sendiri,”ujarnya.
Lebih lanjut nya menyarankan agar laporan-laporan yang diterima oleh BTM-CK segera diadukan ke Bawaslu,Propam Polri, serta Denpom TNI untuk diproses sesuai aturan internal dan hukum positif.
> “Kita ingin PSU Papua ini jadi pelajaran. Demokrasi bukan untuk dimanipulasi oleh senjata dan seragam. Bila terbukti ada intervensi aparat, maka harus ada konsekuensi hukum,”tambahnya.
BTM-CK Siapkan Gugatan Jika Terbukti Ada Intervensi.
Marshel Morin menegaskan bahwa pihaknya telah menyiapkan tim advokasi untuk membawa perkara ini ke jalur hukum jika ditemukan bukti kuat. “Kami tak ingin pemilu ini menjadi formalitas.Rakyat Papua berhak atas pemilihan yang bersih dan bebas intimidasi,” pungkasnya.
PSU Papua bukan sekadar ulangan teknis, tetapi ujian terhadap integritas demokrasi di tanah yang sejak lama bergumul dengan kompleksitas politik dan keamanan. Sorotan terhadap netralitas aparat akan terus berlanjut, dan investigasi publik diharapkan mampu membuka tabir gelap yang mungkin tengah bekerja di balik layar.
( Bersambung)...Henrry Morin