BuruSergap86.com -- Jakarta,Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, kedudukan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) diatur secara tegas dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR,DPR, DPD,dan DPRD (UU MD3).
Secara konstitusional,tidak dikenal istilah “Anggota DPR RI Non Aktif”.Hal ini karena kedudukan anggota DPR bersifat melekat sejak pengucapan sumpah/janji jabatan,dan hanya dapat berakhir melalui mekanisme tertentu yang ditentukan undang-undang.
Hal tersebut dijelaskan Advokat Dr. Marulitua Sianturi,S.H,M.H, kepada awak media ini,Selasa (2 September 2025) dalam keterangan tertulis. Ia menjelaskan bahwa mekanisme yang sah apabila seorang anggota DPR diberhentikan atau tidak lagi menjabat adalah melalui Pergantian Antar Waktu (PAW). Istilah “non aktif”tidak pernah disebutkan dalam UUD 1945 maupun UU MD3.
Dr.Marulitua Sianturi,S.H,M.H., menegaskan hal tersebut,bahwa penempatan status anggota DPR sebagai “non aktif” tidak memiliki dasar hukum dan berpotensi bertentangan dengan prinsip kepastian hukum serta asas legalitas dalam ketatanegaraan.
Sebelumnya,lima anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari berbagai fraksi dinonaktifkan partainya usai membuat pernyataan maupun tindakan yang menuai kontroversi.Mereka adalah Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Partai Nasdem,Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio, Surya Utama alias Uya Kuya,dan Adies Kadir dari Partai Golkar. Namun,kata non aktif dinilai hanya akal-akalan partai politik untuk meredam kemarahan publik atas tingkat lakunya.
Baik secara Tatib DPR,mereka masih mendapatkan gaji dan berbagai fasilitas yang melekat sebagai anggota DPR. Lain halnya bilamana fraksi melakukan pergantian antar waktu (PAW) terhadap kelima orang tersebut.
Sumber,Advokat Dr.Marulitua Sianturi,S.H,M.H,
Liputan:*Tim Redaksi Media-C45T*