Jakarta -- BuruSergap86.com, Seharusnya Harmonis Hubungan antara institusi kepolisian dan insan pers namun akibat Ulah seorang Ajudan Kapolri Ipda Endry, Ajudan yang melakukan kekerasan kepada jurnalis dari Insiden Kali ini,kekerasan tersebut dilakukan oleh salah seorang anggota tim pengamanan protokoler Kepala Kepolisian Republik Indonesia(Kapolri).
Peristiwa itu terjadi ketika Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam kegiatannya meninjau arus balik di Stasiun Tawang Semarang pada Sabtu,5 April 2025. Kala itu ajudan Listyo, bernama Ipda Endry,yang memukul dan mengumbar ancaman kepada jurnalis yang sedang meliput kegiatan Kapolri.
Akibat insiden itu Ipda Endry yang memukul kepala seorang jurnalis foto Lembaga Kantor Berita Nasional(LKBN)Antara,Makna Zaezar.Dia bercerita,kala itu Ipda Endry memukul bagian belakang kepalanya tanpa Sebab jelas.
"Waktu posisi mau balik itu dia mengeplak kepala saya. Jadi dia mengeplak ya, kalau bahasanya sini itu ngeplak(Pukul)bagian kepala belakang,"ujar Makna saat dikonfirmasi dari Jakarta, Pada Hari Minggu,6 April 2025 kemarin.
Kini kembali memanas setelah adanya insiden dugaan pemukulan terhadap seorang wartawan serta Pengancaman pasca Peliputan kegiatan Kapolri jenderal Pol.Listyo Sigit Prabowo MSi dalam Prilaku buruk itu Merusak Citra Polri oleh ajudan Kapolri pada Senin malam (7/4/2025) di lingkungan Mabes Polri.
Atas Peristiwa ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan Profesi Jurnalis se-Indonesia,termasuk organisasi pers yang Ada di Indonesia dan Juga dukungan Pegiat hak asasi manusia di Seluruh Indonesia menyatakan Sikap agar segera di proses hukum seorang ajudan Kapolri yang kuat dugaan tak faham undang undang Pers No.40 tahun 1999.
Menurut Sejumlah saksi mata dan rekaman video yang beredar di media sosial berhasil di himpun Media online ini,Akibat insiden itu bermula ketika wartawan Harian Nasional bernama Dimas Prasetya mencoba meminta konfirmasi terkait penanganan kasus tertentu kepada Kapolri saat Sesi acara resmi Wawancara dengan Para Wartawan Jurnalis Pers yang hadir di kegiatan Kapolri tersebut.
Seketika,Prilaku ajudan Kapolri yang telah diungkapkan identitasnya,merasa kebal hukum yang sempat mendorong dan memukul Wartawan bernama Dimas serta mengancam agar menjauh dari Kapolri,mengakibatkan cedera luka ringan di bagian wajah korban.hal ini wajib di proses hukum tanpa pandang bulu di minta Kapolri jenderal pol Listyo Sigit Prabowo MSi bertindak tegas.
Walaupun demikian telah mencederai Undang undang Pers No.40 tahun 1999,di ketahui Wartawan atau Jurnalis(PERS)“Dia hanya menjalankan tugas jurnalistik,tidak ada provokasi.Tapi tiba-tiba dipukul. Ini jelas bentuk intimidasi terhadap kerja jurnalis,” ujar rekan korban,Indra Wibowo, yang juga berada di lokasi.satu pertanyaan besar publik, dimanakah letak kebebasan PERS Nasional sejati nya di mata Polri tahun 2025, tentunya ini jelas merusak Citra Profesi Wartawan dan juga pihak kepolisian Republik Indonesia -- red.
Geram atas insiden pemukulan serta Pengancaman terhadap Profesi Jurnalis atau Wartawan Pengurus Besar-Forum Ulama Dan Aktivis (PB-FORMULA)Tuan Guru Drs.DEDI HERMANTO. mengecam tindakan tersebut sebagai bentuk kekerasan terhadap jurnalis dan pelanggaran terhadap kebebasan pers yang dijamin undang-undang.
“Ini bukan hanya soal pemukulan, tapi juga bentuk pembungkaman terhadap pers. Kepolisian sebagai institusi negara harus tunduk pada hukum dan menjunjung tinggi demokrasi,”ujar Ketua Umum PB-FORMULA Tuan Guru Drs.DEDI HERMANTO.
Mabes Polri melalui Divisi Humas menyampaikan bahwa pihaknya sedang menyelidiki insiden tersebut. “Kami menghormati kerja pers dan akan menindak tegas jika ditemukan pelanggaran etik ataupun pidana oleh anggota,”kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol. Dedi Santoso.
Namun hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi dari Kapolri terkait sikap terhadap ajudannya.
Sebagai Dasar Hukum yang Dilanggar.ini Tindakan Anarkis saat insiden pemukulan terhadap wartawan dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan:
Pasal 352 KUHP tentang Penganiayaan Ringan:
“Barang siapa melakukan penganiayaan yang tidak menjadikan orang sakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan, dihukum penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda.”
Pasal 18 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers:
“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kerja jurnalistik dapat dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Seluruh Wartawan se-Indonesia Mulai Angkat Bicara,Sangat Geram lihat Prilaku Sikap Ajudan Kapolri itu,atas insiden Pemukulan terhadap Profesi Wartawan(Pers)Jika terbukti,ajudan Kapolri dapat dikenakan kedua pasal tersebut,baik atas penganiayaan ringan maupun atas tindakan penghalangan kerja jurnalistik yang sah.
Insiden ini dikhawatirkan dapat merusak hubungan antara aparat penegak hukum dan media massa, yang selama ini diupayakan agar berjalan sinergis dalam membangun transparansi dan akuntabilitas publik. Sejumlah media bahkan dikabarkan akan melakukan aksi solidaritas dan mogok peliputan kegiatan Polri jika insiden ini tidak diselesaikan secara adil.
Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan terhadap Pers jurnalis di Indonesia. Pers sebagai pilar keempat demokrasi memiliki peran penting dalam mengawasi kinerja lembaga negara, termasuk kepolisian.Masyarakat kini menanti, apakah kepolisian mampu menegakkan hukum secara profesional, meski pelakunya berasal dari dalam institusinya sendiri.
Liputan:*Tim Redaksi Media*.